Minggu, 06 Mei 2012

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 1 - Intisari Buddhisme & Tradisi Buddhis



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)


INTISARI BUDDHISME & TRADISI BUDDHIS

Secara sederhana yaitu menghindari menyakiti orang lain dan menolong mereka sebisa mungkin. Cara lain mengemukakan ini adalah, "menghindari perbuatan negatif, melakukan kebajikan sempurna, mengendalikan batin kita. Inilah ajaran Sang Buddha." Dengan menghindari perbuatan negatif (membunuh, dll) dan motivasi-motivasi yang menghancurkan (kemarahan, kemelekatan, kepicikan, dll), kita berhenti menyakiti diri sendiri dan orang lain. Dengan melakukan kebajikan sempurna, kita mengembangkan sikap yang bermanfaat, seperti cinta kasih dan welas asih universal, dan melakukan perbuatan yang dimotivasi oleh pikiran semacam ini. Dengan mengendalikan batin, kita membuang semua pandangan yang salah, sehingga membuat kita tenang dan damai dengan memahami kenyataan.
Intisari ajaran Sang Buddha juga terkandung pada tiga prinsip sang jalan: penolakan terhadap samsara, hati yang berdedikasi (bodhicitta), dan kebijaksanaan merealisasi kesunyataan. Awalnya, kita mencari tahu sesuatu yang muncul dari kebingungan masalah kita dan penyebabnya. Kemudian, kita melihat bahwa orang lain juga punya masalah, dan dengan cinta kasih dan welas asih, kita dedikasikan hati kita untuk menjadi Buddha sehingga kita mampu menolong yang lain secara luas. Untuk mewujudkan ini, kita mengembangkan kebijaksanaan memahami sifat yang alami dari kita dan fenomena lain.
Apa itu Tiga Mustika? Apa maksudnya berlindung pada Tiga Mustika?
Tiga Mustika adalah Buddha, Dharma, dan Sangha. Buddha adalah orang yang telah membersihkan noda-noda – emosi-emosi pengganggu, jejak perbuatan yang dimotivasi oleh emosi-emosi pengganggu, dan noda dari emosi pengganggu – dan seseorang yang telah mengembangkan semua kualitas baik, seperti cinta kasih dan welas asih universal, kebijaksanaan mengetahui segala sesuatu, dan keahlian membimbing orang lain.
Dharma mewujudkan cara pencegahan yang menjaga kita dari masalah dan penderitaan. Dharma terdiri dari ajaran Sang Buddha, juga pengertian akan ajaran-ajaranNya – penghentian masalah dan penyebabnya, dan realisasi atau jalan menuju penghentian tersebut.
Sangha adalah mahluk-mahluk yang memiliki pemahaman langsung tanpa konsep tentang kesunyataan atau kebenaran sejati. Dalam tingkatan relatif, Sangha juga termasuk para bhikkhu yang menerapkan ajaran Sang Buddha.
Dharma adalah pelindung kita yang sebenarnya, obat yang kita minum untuk menyembuhkan masalah dan penyebabnya. Buddha adalah seperti dokter, yang mendiagnosis penyebab masalah kita dengan tepat dan menulis resep obat yang tepat pula. Dengan membantu kita dalam praktik, Sangha mirip dengan perawat yang membantu kita mengambil obat.
Mengambil perlindungan berarti kita menyandarkan diri sepenuh hati pada Tiga Mustika untuk mengilhami dan membimbing kita menuju arah yang membangun dan menguntungkan dalam kehidupan kita. Mengambil perlindungan tidak berarti bersembunyi dengan pasif di bawah perlindungan Buddha, Dharma, dan Sangha. Melainkan adalah proses aktif mengikuti arah yang mereka tunjukkan dan meningkatkan kualitas hidup kita.

Mengapa ada banyak tradisi Buddhis?
Sang Buddha memberikan beraneka ragam ajaran karena para mahluk (mahluk manapun dengan batin yang bukan Buddha, termasuk mahluk di alam kehidupan lain) memiliki watak, kecenderungan, dan ketertarikan yang berbeda. Sang Buddha tidak pernah mengharapkan kita semua cocok masuk ke dalam cetakan yang sama. Jadi, Beliau memberikan ajaran-ajaran dan menggambarkan berbagai jalan untuk praktik sehingga masing-masing kita dapat menemukan jalan yang cocok bagi tingkatan batin dan kepribadian kita. Dengan kemahiran dan welas asih membimbing mahluk lain, Sang Buddha memutar roda Dharma tiga kali, tiap kali meletakkan sistem filosofis yang sedikit berbeda guna memberi kecocokan pada berbagai perbedaan watak semua mahluk. Inti dari semua ajaran itu pada dasarnya sama: keinginan untuk membebaskan diri dari roda samsara, welas asih bagi mahluk lain dan kebijaksanaan merealisasi ketanpaakuan.
Tidak semua orang menyukai makanan yang sama. Ketika hidangan besar disajikan, kita memilih makanan yang kita sukai. Tidak ada kewajiban menyukai semuanya. Meskipun kita menyukai rasa manis, bukanlah berarti makanan yang asin tidak bagus dan harus dibuang! Sama halnya, kita mungkin lebih menyukai pendekatan tertentu: Theravada, Tanah Suci, Zen, Vajrayana, dan lain-lain. Kita bebas memilih pendekatan yang cocok dengan kita dan yang kita rasa paling nyaman. Namun demikian kita tetap memelihara batin yang terbuka dan hormat pada tradisi lain. Ketika batin kita semakin berkembang, kita mungkin dapat memahami unsur dari tradisi lain dimana kita kurang mengerti sebelumnya. Singkat kata, apapun yang berguna dan membantu kita hidup lebih baik, kita berpraktik, dan apapun yang belum kita pahami, kita pinggirkan tanpa menolaknya.
Pada saat kita mungkin menemukan satu tradisi yang cocok dengan kepribadian kita, janganlah mengemukakannya dengan cara konkrit: "Saya seorang Mahayana, kamu seorang Theravada" atau "saya seorang Buddhis, kamu orang Kristen." Adalah penting untuk mengingat bahwa kita sebagai manusia mencari kebahagiaan dan ingin mewujudkan kebenaran, dan kita masing-masing menemukan metode yang cocok dengan watak kita.
Bagaimanapun, memelihara batin terbuka pada pendekatan yang berbeda itu tidak berarti mencampur semuanya secara acak, membuat praktik kita seperti cap cay. Jangan mencampur teknik meditasi dari tradisi berbeda bersamaan dalam satu sesi meditasi. Dalam satu sesi, lebih baik melakukan satu teknik. Jika kita mencoba sedikit dari teknik ini dan sedikit dari teknik lainnya, dan tanpa pemahaman, kita campur, maka kita berakhir dengan kebingungan. Bagaimanapun, ajaran yang ditekankan pada satu tradisi dapat memperkaya pemahaman dan praktik kita pada tradisi lain. Juga, dianjurkan untuk melakukan meditasi yang sama setiap hari. Jika kita melakukan meditasi pernafasan, besoknya melafal nama Buddha, dan hari ketiga meditasi analitis, kita tidak akan ada kemajuan di salah satu teknik pun karena tidak ada kesinambungan dalam praktik ini.
Apa jenis-jenis tradisi Buddhis?
Secara umum dikenal dua: Theravada dan Mahayana. Silsilah Theravada (Tradisi Sesepuh), yang mendasarkan pada sutra dalam bahasa Pali, menyebar dari India ke Sri Lanka, Thailand, Burma, dll. Tradisi ini menekankan pada meditasi pernafasan untuk membangun konsentrasi dan meditasi kewaspadaan tentang tubuh perasaan, batin, dan fenomena untuk membangun kebijaksanaan. Tradisi Mahayana (kendaraan besar), berdasarkan kitab dalam bahasa Sansekerta menyebar ke Cina, Tibet, Jepang, Korea, Vietnam, dll. Meskipun dalam Theravada, praktik cinta kasih dan welas asih adalah faktor penting dan pokok, dalam Mahayana hal itu ditekankan pada hal yang lebih luas. Dalam Mahayana, terdapat beberapa cabang: Tanah Suci yang menekankan pada pelafalan Nama Buddha Amitabha untuk terlahir di Tanah SuciNya; Zen menekankan pada meditasi mengurangi kekacauan, batin terkendali; Vajrayana (kendaraan intan) melaksanakan meditasi pada deiti untuk mentransformasi badan dan batin kita yang terkontaminasi menjadi badan dan batin Buddha.
Mengapa orang dalam beberapa tradisi Buddhis makan daging, sementara yang lain vegetarian?
Awalnya, mungkin agak membingungkan bahwa Theravada makan daging, Mahayana Cina tidak, dan orang Tibet, yang berlatih Vajrayana, juga makan daging. Perbedaan dalam praktik ini tergantung dari penekanan yang berbeda dari masing-masing tradisi: penekanan pada ajaran Theravada adalah mengurangi kemelekatan pada objek-objek indera dan menghentikan batin yang mendiskriminasi dengan berkata, "Saya suka yang ini bukan yang itu." Dengan demikian ketika bhikkhu melakukan pindapata, mereka menerima dan berterima kasih atas apapun yang diberikan, apakah itu daging atau bukan. Ini tidak saja melukai perasaan para dermawan tetapi juga merusak praktik kebhikkhuan untuk melepaskan diri dari kemelekatan, jika ia berkata, "Saya tidak makan daging, jadi tolong berikan lagi sayuran lezat itu." Namun, hanya daging yang berasal dari hewan dimana bhikkhu itu tidak memerintahkan untuk dipotong, tidak melihat, mendengar, atau menduga bahwa hewan dipotong untuknya, ia diizinkan untuk memakannya. Bagaimanapun, adalah bijaksana bagi orang yang melakukan persembahan untuk mengingat bahwa dasar utama ajaran Sang Buddha adalah tidak menyakiti mahluk lain, dan memilih apa yang akan mereka persembahkan.
Dengan dasar melepaskan diri dari kemelekatan, welas asih pada mahluk lain ditekankan, khususnya dalam tradisi Mahayana. Jadi, untuk praktisi dianjurkan untuk tidak makan daging untuk menghindari rasa sakit yang dialami oleh mahluk lain dan mencegah tukang daging melakukan perbuatan negatif. Juga, karena getaran yang timbul dari daging, akan mengganggu praktisi awam untuk mengembangkan welas asih yang lebih luas. Oleh karena itu, vegetarianisme dianjurkan.
Jalan Tantra atau Vajrayana memiliki empat kelas. Di kelas bawah, kebersihan dan kesucian eksternal ditekankan sebagai teknik bagi praktisi untuk membangkitkan kesucian batin. Oleh karena itu, praktisi pada tingkat itu tidak makan daging, yang dianggap tidak suci. Di sisi lain, pada tingkat yoga tantra tertinggi, dengan dasar ketidakmelekatan dan welas asih, praktisi yang berkualitas bermeditasi pada sistem syaraf halus, dan untuk itu, elemen-elemen tubuh harus sangat kuat. Jadi, daging direkomendasikan bagi orang ini. Kelas tantra ini menekankan pada transformasi objek-objek biasa melalui meditasi pada kekosongan. Praktisi ini, dengan kebajikan pada meditasi yang mendalam, tidak makan daging dengan rakus untuk kesenangannya sendiri.
Di Tibet, ada faktor tambahan untuk dipertimbangkan, oleh karena ketinggian tempat dan cuaca yang tidak bersahabat, hanya sedikit yang bisa dimakan di samping gandum, produk susu, dan daging. Untuk hidup, orang perlu makan daging. Yang Mulia Dalai Lama mendorong orang Tibet di pengasingan, yang hidup di negeri di mana banyak sayuran dan buah, menahan diri untuk makan daging bila mungkin. Juga bila praktisi memiliki masalah berat dengan kesehatannya bila tidak makan daging, maka guru dapat mengizinkannya memakan daging. Jadi, masing-masing harus memeriksa tingkatan praktik dan kebutuhan tubuh dan makan semestinya.
Kenyataan bahwa ada sejumlah cara dalam doktrin Buddhis membuktikan kemampuan Sang Buddha dalam membimbing umat sesuai watak dan kebutuhan mereka. Sangat penting untuk tidak berat sebelah dan sektarian, tetapi menaruh hormat pada semua tradisi dan praktisinya.
Mengapa beberapa bhikkhu dan bhikkhuni mengenakan jubah oranye sedangkan yang lain berpakaian merah tua, abu-abu, atau hitam?
Oleh karena ajaran Sang Buddha menyebar dari satu negara ke negara lain, perihal berpakaian menjadi fleksibel dan menyesuaikan pada budaya dan mentalitas orang di daerah itu, tanpa mengubah intisari dan maknanya. Jadi, gaya jubah Sangha bermacam-macam. Di Sri Lanka, Thailand, Burma, dll jubahnya berwarna oranye dan tanpa lengan, seperti jubah pada masa kehidupan Sang Buddha. Namun, di Tibet bahan celupan untuk warna itu tidak tersedia, jadi warna yang lebih tua, merah tua digunakan. Di Cina orang-orang menyatakan bahwa kurang sopan memperlihatkan kulit, jadi pakaian disesuaikan, kostum berlengan panjang dari Dinasti T’ang yang digunakan. Kebudayaan melihat warna oranye terlalu cerah bagi orang yang berada pada jalan agama, jadi warnanya diubah jadi abu-abu. Namun semangat dari jubah asli tetap tersimpan dalam bentuk tujuh dan sembilan jubah luar berwarna coklat, kuning, dan merah.
Cara kebaktian di berbagai negara juga berbeda, mengikuti kebudayaan dan bahasa dari tempat itu. Alat musiknya juga berbeda, seperti halnya cara bernamaskara. Orang Cina berdiri ketika mereka melakukan kebaktian, orang Tibet duduk. Variasi ini dikarenakan adaptasi budaya. Adalah penting untuk mengerti bahwa bentuk luar dan cara melakukannya bukanlah Dharma. Hal demikian adalah alat untuk membantu kita mempraktikkan Dharma secara lebih baik menurut budaya dan tempat kita tinggal. Namun Dharma yang sebenarnya tidak dapat dilihat oleh mata kita atau didengar oleh telinga kita. Dharma adalah sesuatu yang dialami oleh batin kita. Dharma yang sebenarnya adalah apa yang harus kita tekankan dan memberi perhatian, bukan pada penampakkan luar yang dapat bermacam-macam dari satu daerah ke daerah lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...