Selasa, 15 Mei 2012

Celebration of Vesak 2556 BE Maha Jaya Manggala Gatha, Legend of the Winning Poem

Undangan Dhammasanti Waisak (Maha Jayamangala Gatha) Keluarga Buddhayana Indonesia Jawa Timur (Depan)

Undangan Dhammasanti Waisak (Maha Jayamangala Gatha) Keluarga Buddhayana Indonesia Jawa Timur (Belakang)
Supermal Surabaya Convention Center (SSCC)
Ballroom Pakuwon Trade Center (PTC) Surabaya
Thursday, May 17th, 2012 - 18.00 WIB

Syair Maha Jaya Manggala Gatha (Syair tentang kemengan sempurna) yang divisualisasikan dalam bentuk drama teatrikal musikal yang indah. 8 peristiwa yang melukiskan bagaimana Sang Buddha menggunakan kekuatan dalam diri-Nya untuk mengatasi kekuatan jahat dari luar ditampilkan dalam drama pentas seni. (http://on.fb.me/IdMfat)

TERBUKA untuk UMUM dan GRATIS
Doorprize:
Blackberry, Galaxy Tab dan Sepeda Motor

dapatkan undangan di Vihara Buddhayana Surabaya
*tukarkan undangan untuk kupon hadiah
Info: 031-7321249 (Heru/Rini)

by: Elwin (IMABI JATIM)

Minggu, 06 Mei 2012

PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA



PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA



GENTA WAISAK MELANTUNKAN SEMANGAT MAWAS DIRI
DAN HIDUP HARMONI 

Namo Sanghyang di Buddhaya
Namo Buddhaya, Bodhisattvāya-Mahasattvāya

Setiap bulan Waisak umat Buddha Indonesia dan seluruh dunia merayakan Tri Suci Waisak.Peringatan Waisak ditujukan untuk mengenang tiga peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan guru Agung Buddha Gautama. Secara historis tercatat bahwa pada tahun 623 sebelum masehi di Taman Lumbini Pangeran Sidharta Gautama lahir, tahun 588 sebelum Masehi di Buddhagaya petapa SidhartaGautama mencapai pencerahan sempurna atau ke-Buddha-an, kemudian tahun 543 sebelum masehi Beliau wafat di hutan Sala milik suku Malla, di Kusinara. 

Ketiga peristiwa tersebut merupakan peristiwa biasa dan tidak ada yang istimewa, namun apabila kita renungkan secara lebih mendalam akan mendapatkan mutiara-mutiara kemanusiaan universal yang tak terbatas. Buddha Gautama mampu menggunakan waktu hidup dengan sempurna, terdorong oleh semangat altruistik berupa dorongan kasih terhadap derita makhluk-makhluk dan derita kerusakan dunia. Beliau mengorbankan karier dan kemewahan duniawi yang cemerlang dengan memilih hidup sederhana,mengoptimalkan potensi diri dengan praktek langsung menuju jalan pembebasan. Beliau tidak pernah berhenti berkarya, berbagi, mengajar, hingga akhir hidup-Nya. Melalui bimbingan yang dilakukan dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, tak terhitung jumlahnya makhluk yang mengalami transformasidari hidup gelap menuju kecerahan, dan kebahagiaan, serta pembebasan. Terinspirasi oleh Dharma ajaran Buddha, banyak peradaban luhur yang muncul, berkembang di seluruh dunia sampai sekarang baik yang bergerak di bidang kemanusiaan, penyelamatan lingkungan, seni dan budaya, maupun ilmu pengatahuan. Kesemuanya menekankan pada dua aspek utama ajaran Buddha yakni kasih atau kepedulian dan kebijaksanaan.

Pencapaian Buddha bukanlah suatu kebetulan, atau sebuah misteri sehingga hanya pribadi Sidharta yang mampu mencapainya. Buddha berarti insan yang talah bangkit, mengetahui, dan memahami. Kapasitas untuk menjadi bangkit, memahami, dan mengasihi merupakan hakekat Kebuddhaan. Beberapa teksMahāsatipaţţhāna Sutta kitab suci agama Buddha dijelaskan bahwa seseorang yang mampu mendisiplinkan diri, menata moralitas, mengoptimalkan potensi mental dengan cara benar akan mampu mengalami kebahagiaan dari pencerahan. Teks klasik memberikan harapan yang jelas apabila kita berlatih dengan cara benar, memelihara perhatian penuh (eling) mengikuti metodeseperti yang telah dipraktekkan Sidharta Gautama, dalam periode waktu tertentu manusia akan mengalami kebahagiaan tertinggi dari pencerahan. Cara berlatihnya dengan menggunakan perangkat indera, tubuh, dan batin yang dimiliki manusia, sangat manusiawi dan jauh dari jebakan spekulatif.

Buddha memandang potensi manusia secara positif disamping secara realistis memberikan rambu-rambu pentingnya keterampilan dalam menghadapi hidup yang kaya dengan tantangan. Bahkan kelahiran sebagai manusia dianggap sebagai sebuah keberuntungan yang sangat istimewa. Dalam teks Maha Bodhipatha Krama atau yang lebih dikenal sebagai Lamrin Chenmo karya Atisa Dipańkarasrijnana dinyatakan bahwa: ”dengan tubuh manusia, seseorang mengembangkan benih Buddha (bodhicitta), merupakan dasar jalan menuju keadaan pencerahan, terlahir sebagai manusia adalah sebuah keberuntungan besar sehingga harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya” Senada dengan hal tersebut, teks Garbhavakranti Sutra menyatakan bahwa: ”walaupun mahkluk telah terlahir sebagai manusia yang tentu akan menghadapi berbagai permasalahan hidup, ia tetaplah memiliki kondisi terbaik dan beruntung”. Cara memanfaatkan hidup sebagai manusia adalah titik sentral yang sangat banyak dibahas dalam ajaran Buddha. Potensi manusia dapat dioptimalkan melalui berbagai pendekatan latihan mawas diri secara pribadi maupun latihan berkelompok.

Mengikuti jalan Buddha bukanlah jalan yang pasrah, menyerahkan diri kepada sesuatu yang Adi Kodrati sembari berharap bahwa segala sesuatunya akan beres dengan sedirinya. Jalan Buddha adalah jalan berlatih, berkontribusi, bukan jalan berpasrah, dan yang dibutuhkan adalah pemahaman danpengertian yang benar mengenai latihan. Buddha sangat mengharapkan para siswa untuk berlatih dengan rajin, dalam teks Dhammadayada Sutta Buddha menasehati para siswa agar menjadi manusia pembelajar agar bisa menjadi pewaris kebenaran DharmaNya bukan menjadi pewaris materi. Menjadi pewariskebenaran akan jauh lebih berharga daripada pewaris apapun. Latihan yang ditekankan oleh Buddha adalah latihan perhatian atau sadar penuh terhadap keberlangsungan batin dan jasmani atau latihan mawas diri dan latihan kasih atau hidup harmoni. Sesungguhnya hidup harmoni dengan sesama dan dengan alam semesta membutuhkan latihan mawas diri. Latihan mawas diri adalah gerbang menuju pemahaman jernih bahwa alam semesta dengan segala isinya memiliki hubungan erat dan saling membutuhkan. Sesuatu yang disebut pribadi atau diri manusia menurut ajaran Buddha sesungguhnya terbuat dari elemen-elemen bukan diri, bahkan jiwa dalam agama Buddha dipandang sebagai kumpulan agregat semata. Kebenaran ini akan terlihat dengan sangat jelas manakala berlatih mawas diri secara intensif. Latihan merenungkan makananyang kita makan, pakaian, dan berbagai fasilitas lain yang dipergunakan merupakan buah karya alam dan melibatkan manusia tak terhitung banyaknnya. Tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri, hal inimembuktikan kebenaran Buddha bahwa segala sesuatu saling terkait, apa yang disebut diri sesungguhnya tidak ada karena hanya ciptaan kumpulan bukan diri. Pengertian mendalam ini menghantarkan manusia pada pemahaman kesalingterkaitan sehingga dengan sendirinya akan menghargai sesama dan alam semesta.

Dalam konteks kehidupan nyata berbangsa dan bernegara dewasa ini, mawas diri dan hidup harmoni menjadi semakin relevan. Indonesia sebagai sebuah mozaik kehidupan yang jamak dengan kekayaan suku, agama, ras, budaya sangat membutuhkan ajaran mawas diri dan hidup harmoni. Segenap umat Buddha Indonesia selayaknya mendedikasikan diri untuk mempraktekkan jalan ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Realitas historis menceritakan bahwa terinspirasi oleh ajaran ini, secara kreatif cendekiawan Buddhis Nusantara di abad 14, M’pu Tantular telah menulis risalah Kakawin Sutasoma yang menceritakan intisari kesunyataan melalui perjalanan hidupBodhisattva Sutasoma. Karya agung ini menjadi sangat terkenal karena didalamnya termuat gagasan luhur dalam seloka “mangkāng jinatwa lawan śiwatatwa tunggal , bhīnnêka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa”. KataBhinneka Tunggal Ika diadopsi, dijadikan sebagai jangkar pemersatu bangsa Indonesia sampai sekarang. Ini merupakan contoh luhur nenek moyang kita yang memahami ajaran Buddha secara kreatif, menggali nilai-nilainya bukan hanya menerima teks kitab suci secara pasif. Contoh inspiratif fenomenallainnya muncul di India, terinspirasi oleh keluhuran ajaran Buddha tentang pentingya sikap mawas diri dan keharmonisan hidup, penguasa kekaisaran Maurya bernama Raja Asoka yang kejam merubah perilaku menjadi penuh cinta kasih sesuai dharma sehingga dikenal sebagai raja yang bajik. 

Meskipun Buddha telah meninggalkan urusan duniawi, tetapi tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha mendorong semangat konsultasi dan proses demokrasi, pendekatannya adalah moralitas dan menggunakan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha mendiskusikan pentingnya dan prasyarat pemerintahan yang baik. Beliau menunjukkan bagaimana negara dapat menjadi korup, memburuk, dan tidak bahagia jika kepala pemerintahan korup dan tidak adil. Beliau berbicaramenentang korupsi dan bagaimana pemerintah harus bertindak berdasarkan prinsip kemanusiaan. Buddha menjelaskan dalam kitab Ańgutara Nikāya : ”jika penguasa suatu negara adil dan baik, para menteri menjadi adil dan baik; jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi adil dan baik; jika para pejabat.tinggi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik; jika para bawahan adil dan baik, rakyat menjadi adil dan baik. 

Dalam Cakkavattī Sīhanāda Sutta Buddha berkata bahwa pelanggaran susila dan kejahatan, seperti pencurian, penipuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mungkin mencoba untuk menekan kejahatan melalui hukuman, tetapi memberantas kejahatan dengan kekerasan adalah sia-sia. Buddha menyarankan (dalam Kuţadanta sutta) pengembangan ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk mengurangi kejahatan. Pemerintah harus mengatur sumberdaya negara untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara tersebut. Hal ini dapat dimulai dengan pengembangan pertanian dan pedesaan, menyediakan bantuan finansial kepada pengusaha,menyediakan gaji yang memadai kepada pekerja untuk mempertahankan hidup layak dengan martabat manusia.

Disamping itu setiap permasalahan di dunia haruslah diselesaikan dengan metode pengertian yang benar. Kita hendaknya tidak terus-menerus menyelesaikannya dengan cara ekonomi, perang, ataupun politik seperti yang telah dilakukan di seluruh dunia, karena itu justru memperumit masalah danmenciptakan lingkaran setan. Saling memberi Dharma bahkan selama krisis ataupun konflik adalah usaha yang sesuai dengan situasi dunia sekarang. Jangan menghabiskan waktu lagi untuk bertukar budaya yang mendukung kekotoran batin dan keegoisan. Kita dapat mempromosikan dan membuat ribuan atau jutaan orang siap untuk mati. Tetapi mengapa kita tidak bisa mempromosi untuk menghentikan mereka dari saling membunuh satu sama lain?Sosialisme Dharma adalah intisari Dharma Buddha dan semua agama, meskipun terlewatkan oleh setiap orang. Ini tersirat dalam kehidupan di komunitas yang luhur, mencari keuntungan bagi kaum pengusaha dan bekerja bersama-sama, serta semua makhluk termasuk hewan, dan bahkan tanaman, dengan menegakkan prinsip paling mendasar bahwa kita semua adalah saudara dalamkelahiran, menjadi tua, sakit, dan mati. Pikiran kita sendiri dan penyalahgunaannya adalah musuh kita yang sesungguhnya. Buatlah pikiran anda menjadi pelayan anda daripada menjadi majikan anda. Mencari jalan untuk menghentikan keinginan dan pengharapan. Hiduplah sesuai dengan penuh kesadaran (mawas diri) dan kebijaksanaan, jangan hidup dengan penuh pengharapan-pengharapan. Umat Buddha hendaknya tidak terganggu bahkan oleh sakit kepala, tinggalkan gangguan kegelisahan dan penyakit mental. Hal ini memungkinkan dengan bertumpu pada prinsip Dharma ajaran Buddha yang mengatakan tathata , artinya 'seperti inilah' atau sesuatu sebagaimana adanya. Inilah fakta alami bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab dan kondisinya, dan menerimanya tanpa ada rasa aneh ataupun terkejut tentangnya.

Akhirnya, marilah kita internalisasikan genta waisak atau hari Buddha ini dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dengan semangat mawas diri, dan hidup harmoni dengan sesama manusia, serta alam sekitar. Selamat Waisak 2556 BE, semoga semua makhluk berbahagia bebas dari penderitaan. 



Jakarta, 09 April 2012
Maitricittena, 


Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum

RENUNGAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA



RENUNGAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA

Namo Sanghyang Ādi Buddhaya
Namo Tassa Bhagavato Arahato SammāSambuddhassa
Namo Sabbe Bodhisattvāya Mahāsattvāya

Purnama di bulan Waisak telah tiba, umat Buddha Indonesia secara serentak mengenang dan merenungkan kembali makna spiritual dan semangat yang terkandung dalam tiga peristiwa agung: pertama kelahiran pangeran Sidharta Gautama di Lumbini, sebagai seorang Bodhisattva yang turun ke dunia untuk menjadi Buddha. Kedua tercapainya penerangan sempurna petapa Gautama, berhasil merealisasikan Nirwana dan menjadi Samyaksambuddha di Bodhgaya, di bawah pohon Bodhi. Ketiga Parinirwana Buddha Gautama di Kusinara, di antara dua pohon Sala kembar.

Buddha berarti insan yang telah bangkit, mengetahui, dan memahami. Kapasitas untuk menjadi bangkit, memahami, dan mengasihi merupakan hakekat Kebuddhaan. Seseorang yang mampu mendisiplinkan diri, menata moralitas, mengoptimalkan potensi mental dengan cara yang benar akan mampu mengalami kebahagiaan dari pencerahan. Bagaimana kita melakukan mawas diri dan hidup harmoni dengan sesama? Terdapat beragam cara yang dapat dilakukan untuk mengasihi kehidupan, mendapatkan kemajuan dalam jalan menuju kebahagiaan. Satu cara untuk maju dalam jalan ini adalah dengan mempraktikkan aktivitas sehari-hari dari waktu ke waktu, saat bangun,berpikir sedapat mungkin, saya tidak akan menyakiti orang lain hari ini. Sedapat mungkin membantu mereka. Ini adalah pikiran sederhana, namun mengawali hari dengan cara mengubah pikiran kita. Pikiran untuk membahagiakan orang lain dan mengendalikan diri untuk tidak menyakiti akan memberikan motivasi positif dan arahan yang jelas untuk aktivitas sepanjang hari. Dengan menerapkan motivasi yang baik pada pagi hari dan merefleksikannya sepanjang hari, kita akan mendapatkan harapan untuk menolong orang lain. Jalan bertahap dan perlahan yang dikembangkan seseorang setiap harinya sehingga kita dapat hidup harmoni dengan sesama dan bahkan semua makhluk.

Mengasihi kehidupan kita mengikuti Sang Jalan yaitu dengan mempersiapkan kematian dan kehidupan masa depan kita. Walaupun sebagian orang enggan berpikir tentang kematian, hal ini sesungguhnya bermanfaat karena kita dapat mempersiapkannya. Jika kita tahu cara mempersiapkan kematian dan apa yang harus dilakukan saat kematian menjelang, maka kematian tidak akan terlalu menakutkan. Cara mendasar untuk mempersiapkan hal ini adalah dengan menghindari perbuatan destruktif dan melakukan perbuatan yang konstruktif. Kemudian membuat kehidupan bermakna lebih luas. Mempersiapkan kehidupan masa mendatang bertujuan untuk pembebasan dari siklus kelahiran kembali dan lingkaran samsara. Ketika kita mengkombinasikan dengan tujuan altruistik untuk mencapai pencerahan demi memberi manfaat bagi semua makhluk, maka pencerahan akan dapat dicapai.

Sebagaimana dikatakan praktisi Aryadeva ”saat kita mendapatkan kelahiran berharga sebagai manusia, kita memiliki kemampuan luar biasa tidak hanya untuk membebaskan diri kita sendiri dari lingkaran samsara selamanya, namun juga mendapatkan pencerahan, dan membebaskan tak terbatas makhluk-makhluk dari penderitaan. Tidak ada yang dapat dibandingkan dengan kelahiran manusia yang berharga ini. Tiga cara mengasihi kehidupan manusia yang berharga dengan mengikuti Sang Jalan, (1) tujuan membuat kehidupan bermakna setiap saat dengan cara mengembangkan motivasi altruistik setiap pagi; sadar dan waspada (mawas diri) terhadap perbuatan kita sepanjang hari; mengubah semua menjadi kesempatan untuk bertumbuh. (2) meninggal dengan damai dan mencapai kelahiran kembali yang baik dengan cara hidup sesuai sīla, menghindari perbuatan buruk dan menumbuhkan perbuatan baik. (3) mencapai kebahagiaan akhir (a) pembebasan dari lingkaran samsara dengan mempraktikan tiga latihan lebih tinggi: etika (sīla), konsentrasi (samādhi), dan kebijaksanaan(prajña); (b) pencerahan sempurna (kebuddhaan) dengan cara melaksankan tiga latihan lebih tinggi dari enam kesempurnaan, dana, etika, kesabaran, upaya yang bersemangat, keseimbangan batin, dan kebijaksanaan dengan motivasi altruistik.

Berbagai persoalan yang muncul membawa pada kesadaran kita rasa sakit disebabkan oleh ketidakadilan sosial, maka membutuhkan latihan perhatian penuh seperti yang dijelaskan oleh ordo saling bergantungan (interbeing) sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi, ketidak adilan sosial, pencurian, dan penindasan, kemudian berkomitmen untuk mengolah cinta kasih dan belajar cara-cara untuk bekerja demi kesejahteraan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan mineral. Kita akan mempraktikkan kedermawanan dengan berbagi waktu, energi, dan sumber daya materi dengan mereka yang sedang membutuhkan. Menyadari bahwa kebahagiaan sejati mengakar pada kedamaian, solidaritas, kebebasan, dan kasih sayang, dan bukan pada kekayaan ataupun ketenaran, bertekad untuk tidak menjadikan ketenaran, keuntungan, kekayaan, ataupun kesenangan sensual sebagai tujuan hidup.

Pikiran manusia selalu ingin menjadikan segala sesuatu hak miliknya dan tak pernah merasa puas. Mereka yang menjalankan kehidupan sederhana sebagai sempurna sebagai satu-satunya karier mereka. Pikiran kita sendiri dan penyalahgunaannya adalah musuh kita yang sesungguhnya. Buatlah pikiran anda menjadi pelayan anda daripada menjadi majikan anda. untuk mencari jalan menghentikan keinginan dan pengharapan. Hiduplah sesuai dengan penuh kesadaran (mawas diri) dan kebijaksanaan, jangan hidup dengan penuh pengharapan-pengharapan.

Akhirnya, marilah momentum Waisak 2556 BE kita internalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dengan semangat mawas diri dan hidup harmoni dengan sesama manusia, serta alam sekitar.

Semoga semua makhluk berbahagia bebas dari penderitaan.
Sadhu-Sadhu-Sadhu

Jakarta, 09 April 2012
Maitricittena,


Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum

Pesan Waisak dari Vatikan - Oleh IMABI Jatim



Pesan Waisak dari Vatikan


Jean-Louis Tauran, pemimpin dialog antar agama Vatikan (President of the Pontifical Council for Interreligious Dialogue Cardinal Protodeacon)


“Atas nama Dewan pimpinan dialog antar agama Vatikan, saya sangat senang karena masih berkesempatan untuk mengucapkan Selamat Hari Waisak pada Tahun ini. Harapan saya perayaan tahunan ini selalu membawa suka cita dan ketenangan hati bagi Anda semua diseluruh dunia.

Saat ini, di ruang kelas seluruh dunia memiliki siswa yang berasal dari beragam agama dan kepercayaan yang duduk bersebelahan, belajar satu sama lain. Keanekaragaman ini merupakan tantangan dan memicu refleksi yang mendalam pada kebutuhan untuk mendidik kaum muda untuk saling menghormati dan memahami keyakinan/agama yang beragam, tumbuh dengan pengetahuan tersebut, maju bersama menjadi manusia yang bertanggung jawab dan bergandengan tangan dengan orang-orang yang memiliki keyakinan yang berbeda-beda untuk menyelesaikan konflik, serta mempromosikan persahabatan, keadilan, perdamaian.”….

…” Sebagai Buddhis anda mewariskan kepada kaum muda kebijaksanaan tentang perlunya untuk tidak menyakiti orang lain dan untuk menghidupkan kehidupan kedermawanan dan berbelas kasih. Sebagai praktek yang dihargai dan diakui sebagai sebuah hadiah berharga bagi masyarakat. Ini adalah satu cara nyata dimana agama memberikan kontribusi untuk mendidik generasi muda menjadi generasi yang bertanggung jawab dan mampu bekerja sama dengan orang lain"...

(Sebagian pesan waisak dari vatican, dengan terjemahan bebas)
Sumber: www.vatican.va

Ikatan Mahasiswa Buddhis Indonesia – Jawa Timur (IMABI JATIM) mengucapkan selamat hari Tri Suci Waisak 2556 BE / 2012. Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia (Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta)

Genta Waisak Melantunkan Semangat Mawas Diri dan Hidup Harmoni (SAGIN)
Kebijaksanaan Tonggak Kejujuran (STI)
Meningkatkan Cinta Kasih dan Welas Asih (metta dan karuna) (WALUBI)

Marilah momentum Waisak 2556 BE kita internalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dengan SEMANGAT MAWAS DIRI DAN HIDUP HARMONI dengan sesama manusia, serta alam sekitar. Tidak lupa, kita turut mengembangkan KEBIJAKSANAAN Dhamma ajaran Buddha, yang merupakan TONGGAK bagi penegakan KEJUJURAN dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita selalu MENINGKATKAN CINTA KASIH DAN WELAS ASIH dalam MENUJU MANUSIA ARIF DAN BIJAKSANA.

Oleh: Ikatan Mahasiswa Buddhis Indonesia – Jawa Timur (IMABI JATIM)

Selamat Hari Trisuci Waisak 2556 BE Tahun 2012 (6 Mei 2012)

Kebahagiaan muncul dari kedamaian hati, tatkala kedamaian hati bisa kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kebahagiaanpun akan bisa dirasakan oleh kehidupan pihak lain. Jadikan genta waisak sebagai inspirasi untuk membawa damai dan harmoni bagi semua makhluk...
Selamat Hari Trisuci Waisak 2556 BE Tahun 2012

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 16 - Pancasila Buddhis



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)


PANCASILA BUDDHIS
- Sila Pertama -
Hormat pada Kehidupan:
Tidak Membunuh; Melindungi
Saya menjalankan aturan praktik ini untuk menghindari pembunuhan (sehingga saya akan mempraktikkan welas asih dengan melindungi dan memberi manfaat pada semua kehidupan).
Menyadari penderitaan disebabkan oleh penghancuran kehidupan, saya menjalankan sila menumbuhkan welas asih dan melindungi manusia, hewan, dan kehidupan tumbuh-tumbuhan (melindungi alam). Saya bertekad untuk tidak membunuh atau melukai, tidak membiarkan orang lain melakukannya, dan tidak mendukung kegiatan apapun yang membahayakan fisik atau mental.

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 15 - Vajrayana



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)

VAJRAYANA
Apa itu Vajrayana?
Vajrayana, yang juga disebut Tantrayana, adalah sub-bagian dari Mahayana. Vajrayana didasarkan pada baik itu praktik Theravada maupun Mahayana secara umum. Sebelum memasuki Vajrayana, kita harus benar-benar terlatih dalam pikiran yaitu pembebasan yang muncul dari roda samsara (penolakan terhadap samsara), hati yang didedikasikan untuk mencapai pencerahan demi kebaikan semua mahluk (bodhicitta), dan kemudian kebijaksanaan merealisasi kekosongan dari keberadaan yang berdiri sendiri. Kemudian kita mengambil inisiasi dari guru tantra yang berkualitas dan melindungi sumpah dan komitmen tantra yang diterima waktu inisiasi. Atas dasar ini, kita dapat menerima intruksi dan menjalankan praktik meditasi di dalam vajrayana.

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 14 - Ketanpaakuan



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)


KETANPAAKUAN
Apakah "ketanpaakuan" dan "kekosongan" artinya sama?
Secara umum, iya.
Apa manfaat dari merealisasi ketanpaakuan atau kekosongan?
Kita kemudian dapat membersihkan batin kita dari semua kekotoran dan kegelapan. Saat ini, batin kita dikaburkan oleh ketidaktahuan: cara kita memahami dan "memegang erat" diri kita sendiri dan fenomena lain sebagai sesuatu yang ada bukanlah cara bahwa mereka benar-benar ada. Ini serupa dengan orang yang selalu memakai kaca mata hitam sepanjang waktu. Semua yang ia lihat gelap dan berpikir bahwa demikianlah sebenarnya. Nyatanya, bila ia melepaskan kaca mata hitam itu, ia akan menemukan kenyataan yang berbeda.
Analogi lain dari ketidaktahuan kita adalah seseorang yang menonton film dan berpikir orang di layar adalah nyata. Ia menjadi sangat emosional dan terlibat dalam nasib karakter itu, dan terikat pada sang pahlawan, ia memusuhi karakter yang mengganggu pahlawan itu. Orang itu mungkin menangis, ngeri, atau melompat dari tempat duduknya ketika sang pahlawan dilukai. Nyatanya, hal itu tidak perlu sama sekali, karena tidak ada orang yang nyata dalam layar. Itu hanyalah proyeksi yang tergantung dari penyebab dan kondisi seperti film, proyektor film, dan layar. Realisasi kekosongan adalah analogi dengan pemahaman bahwa film tidak ada orang yang nyata. Namun penampilan karakter itu memang ada, tergantung pada film, layar, dan seterusnya. Jadi, orang itu masih dapat menikmati film, tapi tidak secara emosional naik dan turun saat sang pahlawan mengalami macam-macam peristiwa.
Dengan membangkitkan kebijaksanaan yang secara langsung merealisasi kekosongan, kita memahami cara kita dan fenomena lain ada: mereka tidak ada dari khayalan proyeksi kita pada mereka – khususnya proyeksi keberadaan yang berdiri sendiri. Memiliki kebijaksanaan merealisasi kenyataan, kita terbebas dari ketidaktahuan yang salah mengerti kenyataan. Membiasakan batin kita dengan kekosongan, kita secara bertahap menghilangkan semua ketidaktahuan, amarah, kemelekatan, kesombongan, keirihatian, dan sikap buruk lain dari batin kita. Dengan melakukannya, kita berhenti menciptakan perbuatan buruk yang dimotivasi oleh sikap-sikap tersebut. Bebas dari pengaruh ketidaktahuan, emosi-emosi pengganggu, dan perbuatan yang dimotivasi oleh ini semua, kita terbebaskan dari penyebab masalah kita, dan maka masalah juga berhenti. Dengan kata lain, kebijaksanaan merealisasi kekosongan adalah jalan benar menuju kebahagiaan.
Apa artinya berkata, "Semua orang dan fenomena adalah tidak ada keberadaan yang sejati atau yang berdiri sendiri?"
Itu artinya bahwa orang (seperti kamu dan saya) dan semua fenomena lain (meja, dll) adalah kosong dari proyeksi khayalan kita pada mereka. Salah satu prinsip kualitas "penipu" yang kita memproyeksikan orang-orang dan fenomena adalah bahwa keberadaan mereka berdiri sendiri, yaitu, mereka ada tidak tergantung pada sebab dan kondisi, bagian, dan kesadaran yang memahami mereka dan memberi nama pada mereka. Jadi, dalam pandangan biasa, barang-barang nampak memiliki sifat benar atau berdiri sendiri, seolah-olah mereka senyatanya di sana, sehingga kita dapat menemukan hal nyata ini, benar-benar tidak bergantung (pada yang lain) bila kita mencarinya. Mereka nampak berada di sana, tidak bergantung pada sebab dan kondisi yang membuat mereka, tidak terikat pada bagian dari apapun mereka dibuat, tidak bergantung dari batin yang memahami dan memberikan mereka sebuah nama. Ini penampakkan dari keberadaan yang sejati atau keberadaan yang berdiri sendiri dan batin kita "memegang erat" seperti sesuatu yang nyata.
Bagaimanapun, ketika kita mengujinya secara analitis bila barang muncul dalam cara tidak bergantung (pada yang lain) yang secara dangkal muncul, kita menemukan bahwa mereka tidaklah demikian. Mereka kosong dari proyeksi khayalan kita pada mereka. Mereka masih ada, tetapi mereka ada secara bergantung (pada yang lain), karena mereka tergantung pada sebab dan kondisi, pada bagian, dan pada batin yang memahami dan memberi mereka nama.
Bila semua orang dan fenomena adalah kosong, apakah itu berarti tak ada yang muncul?
Tidak, fenomena dan orang tetap muncul. Kan, saya masih mengetik di sini dan anda masih membaca! Kekosongan bukan berarti kenihilan. Malah, orang dan fenomena kosong dari proyeksi khayalan kita atas mereka. Mereka tidak punya konsep salah kita pada mereka. Mereka tidak muncul dalam cara mereka muncul di hadapan kita saat ini, tetapi mereka muncul.
Apa cara terbaik merealisasi kekosongan dari keberadaan yang berdiri sendiri?
Karena realisasi ini sulit diperoleh dan merupakan tahapan menengah dari jalan, kita mengembangkan pemahaman kita secara perlahan. Jalan menuju pembebasan dan pencerahan adalah bertahap, dan kita mempraktikkannya langkah demi langkah. Pertama kita melatih aspek dasar dari jalan, seperti ketidakekalan, perlindungan, cinta kasih dan welas asih, dan seterusnya. Kemudian kita mendengar ajaran tentang kekosongan dari guru yang berpengetahuan dan dapat diandalkan. Merenungi dan mendiskusikan ajaran ini, pemahaman kita menjadi lebih jelas. Saat kita melihat ide jelas dari sebuah subjek, kita kemudian mulai mengintegrasikannya ke batin kita melalui meditasi.

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 13 - Langkah-Langkah Sepanjang Jalan



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)


LANGKAH-LANGKAH SEPANJANG JALAN
Siapa itu arhat (arahat)? Apa itu nirvana (nibbana)?
Seorang arahat adalah orang yang telah menghilangkan ketidaktahuan dan emosi-emosi pengganggu (amarah, kemelekatan, keirihatian, kesombongan, dll) dari batinnya untuk selama-lamanya. Sebagai tambahan, ia telah menyucikan semua karma yang dapat menyebabkan kelahiran kembali pada roda samsara. Orang ini tinggal di alam kedamaian, di luar semua kegelapan dan penderitaan, yang dinamakan nirvana atau pembebasan.
Apa itu bodhi atau pencerahan?
Sebagai tambahan dari menghilangkan ketidaktahuan, emosi-emosi pengganggu, dan karma dari batin, seorang Buddha juga telah menghilangkan noda dari kekotoran ini. Jadi, seorang Buddha telah menyucikan semua kekotoran dan mengembangkan semua kualitasnya. Akibat yang dihasilkan disebut pencerahan
Apa itu bodhisattva, mahluk yang berdedikasi?
Seorang bodhisattva adalah mahluk yang secara spontan dan terus menerus memiliki harapan mencapai pencerahan bagi manfaat semua mahluk. Dengan mempraktikkan sang jalan, orang ini akan meraih tingkat kebuddhaan.
Ada tingkatan berbeda dari bodhisattva, menurut tingkatan realisasinya. Beberapa masih belum bebas dari roda samsara, sementara yang lain telah bebas. Yang terakhir ini dapat secara sukarela terlahir di dunia ini, dengan kekuatan welas asih, guna membantu yang lain. Para Buddha dapat melakukan hal ini juga.
Apa itu seorang arya, mahluk superior atau mulia?
Ini adalah seorang yang memiliki realisasi langsung akan kekosongan. Realisasi ini terjadi sebelum seseorang menjadi arahat atau Buddha, dan oleh karena kebijaksanaan merealisasi kekosongan ini seseorang menghilangkan ketidaktahuan, emosi-emosi pengganggu, karma, dan noda-nodanya, maka tercapailah pembebasan dan pencerahan.

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 12 - Meditasi



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)


MEDITASI
Apa itu meditasi?
Kata bahasa Tibet untuk meditasi adalah "gom." Ini memiliki kata dasar yang sama dengan kata-kata yang artinya membiasakan. Meditasi adalah membiasakan diri kita dengan sikap positif, konstruktif, dan realistik. Meditasi membangun kebiasaan baik dari batin. Meditasi bukan duduk dalam posisi vajra penuh, dengan punggung tegak seperti panah, dan ekspresi suci di wajah kita. Meditasi dilakukan dengan batin. Bahkan bila tubuh berada pada posisi sempurna, bila batin berkeliaran dan berpikir tentang objek kemelekatan, itu bukanlah meditasi. Dengan meditasi, kita mentransformasikan pikiran dan pandangan kita sehingga batin kita lebih welas asih dan mendekati kenyataan.

Mengapa Begini Mengapa Begitu - Ven Thubten Chodron (English Version: I Wonder Why) - Part 11 - Bhikkhu, Bhikkhuni & Umat Awam



Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)


BHIKKHU, BHIKKHUNI & UMAT AWAM
Apa manfaat mengambil penahbisan sebagai seorang bhikkhu atau bhikkhuni? Apakah perlu untuk mempraktikkan Dharma?
Tidak, menjadi seorang bhikkhu atau bhikkhuni tidak diperlukan untuk mempraktikkan Dharma. Mengambil penahbisan adalah pilihan individu yang tiap orang lakukan untuk diri sendiri. Tentu saja, ada banyak manfaat ditahbiskan: hidup dalam aturan, seseorang terus menerus menghimpun potensi positif. Selama orang itu tidak melanggar sila, saat tidur pun, ia memperkaya rangkaian mentalnya dengan potensi positif. Seseorang juga punya lebih banyak waktu dan sedikit gangguan untuk praktik. Dengan kewajiban keluarga, banyak waktu dan energi terbuang menjaga keluarga. Anak-anak butuh perhatian, dan sulit untuk meditasi jika mereka bermain atau menangis di dekat kita. Seseorang melihat ini sebagai rintangan dan siapa yang ingin menenangkan batin dan menghimpun potensi positif, dapat memutuskan untuk mengambil penahbisan agar memilki situasi yang lebih baik untuk praktik.
Bagaimana umat awam dapat mempraktikkan Dharma?
Yang ingin menjadi umat Buddha biasa dapat mempraktikkan Dharma dengan baik dengan menaklukkan batinnya. Tidak ada gunanya memandang rendah potensi seseorang dan berpikir, "saya umat awam, mendengarkan ceramah, melafalkan sutra dan bermeditasi adalah pekerjaan para bhikkhu dan bhikkhuni. Hal itu bukan pekerjaan saya. Saya cukup pergi ke vihara, bersujud, melakukan persembahan dan berdoa untuk kesejahteraan keluargaku." Kegiatan ini bagus, tetapi umat awam dapat menjalani kehidupan spritual yang lebih kaya, baik dalam hal pengetahuan Buddhisme maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sangat penting bagi umat awam menghadiri ceramah Dharma dan mengikuti serangkaian pengajaran. Dengan melakukan ini, umat awam akan memahami kebenaran sejati dan indahnya Dharma. Bila tidak mereka menjadi "Buddhis penancap dupa" dan bila seseorang menanyakan sesuatu tentang Buddhisme, mereka kesulitan menjawabnya. Hal itu adalah situasi yang menyedihkan.
Setelah mendengarkan ceramah, seseorang seharusnya mempraktikkan ajaran semaksimal mungkin. Melafalkan sutra atau bermeditasi setiap hari adalah luar biasa. Terkadang para siswa berkata, "Hari-hariku disibukkan oleh pekerjaan, keluarga dan kewajiban sosial. Tidak ada waktu tersisa untuk mempraktikkan Dharma." Ini alasan yang lemah, diciptakan oleh batin yang malas. Selalu ada waktu untuk makan: kita tidak pernah melewatkan makanan ke tubuh dan selalu memiliki waktu untuk itu, begitu juga seharusnya kita memberi makan batin kita. Lagipula, batin kita yang berlanjut pada kehidupan mendatang, membawa serta jejak karma perbuatan kita, bukan tubuh kita. Praktik Dharma tidak dilakukan untuk manfaat Sang Buddha, tapi untuk kita sendiri. Dharma menggambarkan bagaimana menciptakan sebab dari kebahagiaan, oleh karena kita semua menginginkan kebahagiaan, kita semua seharusnya mempraktikkan Dharma semaksimal mungkin.
Juga, sangat menguntungkan dan bermanfaat bagi umat awam untuk mengambil janji Pancasila Buddhis selama hidup mereka atau mengambil Athasila (delapan sila) pada hari-hari khusus, seperti bulan baru dan bulan penuh (tanggal 1 dan 15 kalender lunar). Dengan cara ini, banyak potensi positif dibuat.
Tanggung jawab keberadaan dan penyebaran ajaran Sang Buddha terletak pada baik bhikkhu dan bhikkhuni maupun umat Buddhis. Bila kita melihat berharganya ajaran Sang Buddha dan menginginkannya terus ada dan tumbuh subur, maka kita memiliki tanggung jawab untuk mempelajarinya dan mempraktikkannya menurut kemampuan kita. Ada banyak contoh umat biasa yang mencapai realisasi spiritual, memberi inspirasi pada kita untuk mempelajari hidup mereka dan berusaha menyamai bahkan melebihi mereka.
Apakah orang yang menjadi bhikkhu dan bhikkhuni melarikan diri dari kenyataan hidup yang keras?
Bila seseorang menjadi seorang bhikkhu atau bhikkhuni karena alasan ini, motivasinya tidak murni, dan orang seperti ini tidak menemukan kepuasan hidup dalam kebhikkhuan. Penyebab penderitaan adalah kemelekatan, ketidaktahuan, dan kebencian. Sikap ini mengikuti kita kemana saja. Sikap ini tidak butuh paspor untuk pergi dengan kita ke negara lain, tidak pula mereka berada di luar pagar vihara. Selama kita memiliki kemelekatan, ketidaktahuan dan kebencian, kita tidak bisa lolos dari masalah, apakah kita bhikkhu/bhikkhuni atau umat awam.
Orang yang menanyakan pertanyaan ini mengira bahwa memiliki pekerjaan, harta, keluarga untuk dijaga adalah tugas berat dan inilah "kenyataan hidup yang keras." Kenyataan yang lebih keras adalah jujur pada diri kita sendiri dan melihat konsep kita salah dan perilaku buruk kita. Pekerjaan yang lebih berat adalah mengurangi kemarahan, kemelekatan, dan kepicikan kita. Seseorang membaca sutra atau duduk meditasi dengan tenang tidak dapat memperlihatkan gedung pencakar langit atau cek sebagai tanda keberhasilannya, tetapi tidak berarti orang itu malas dan tidak bertanggung jawab. Perlu usaha keras untuk mengubah kebiasaan buruk tubuh, ucapan, dan batin; bukan hal mudah menjadi seorang Buddha. Daripada "lari dari kenyataan," praktisi tulus mencoba mencari tahunya! Orang-orang yang mengejar kesenangan duniawi adalah orang yang coba lari dari kenyataan, sebab mereka menghindar akan kenyataan kematian dan fungsi dari sebab akibat. Secara Dharma, mereka malas karena mereka tidak berusaha keras mengatasi kemelekatan, kemarahan, dan kepicikan mereka.
Beberapa orang berpikir, "hanya orang yang tidak tahan ‘di dunia nyata’ menjadi bhikkhu dan bhikkhuni. Mungkin mereka punya masalah keluarga, atau mereka kurang bagus di sekolah atau mereka miskin dan tidak punya tempat tinggal. Mereka pergi untuk tinggal di vihara dan mengucapkan janji hanya untuk memiliki tempat tinggal dan pekerjaan." Berpikir demikian, beberapa orang memandang rendah para bhikkhu. Ini tidak benar. Seseorang menjadi bhikkhu atau bhikkhuni untuk alasan ini, ia tidak memiliki motivasi yang benar, dan guru yang menahbiskan mencoba mengusir mereka. Kebalikannya, mereka yang mengambil janji kebhikkhuan dengan motivasi yang benar memiliki cita-cita kuat untuk mengembangkan potensi mereka untuk mengatasi batin mereka dan menolong mahluk lain.
Apakah seseorang yang mengambil janji kebhikkhuan tidak sayang pada keluarga yang ia tinggalkan?
Tidak sama sekali. Kebalikannya, orang yang dengan tulus ingin menjadikan dunia tempat yang lebih baik melalui praktik agama adalah penuh welas asih. Mereka melihat bahwa dengan menciptakan sebab dari kelahiran kembali yang baik, dengan menyucikan dan mengembangkan batin mereka, mereka akan dapat menuntun mahluk lain menuju kebahagiaan terakhir melalui jalan Dharma. Mereka tahu apa yang memberi manfaat besar bagi orang tuanya dan pelayanan bagi masyarakat. Meskipun meraih realisasi tinggi mungkin tidak terjadi dalam kehidupan ini, mereka memiliki pandangan luas dan bekerja untuk kebahagian dan manfaat jangka panjang. Seorang anak yang penuh welas asih dan dedikasi berpikir, "Bila saya lanjutkan kehidupan duniawiku, saya hanya akan menciptakan penyebab kelahiran di alam lebih rendah bagi diriku sendiri dan menyebabkan yang lain melakukan hal yang sama. Bagaimana saya bisa menolong orang tuaku di kehidupan sekarang maupun akan datang? Dimana bila saya benar-benar terlibat mempraktikkan Dharma dengan tulus, kualitasku sendiri akan meningkat dan saya akan bisa menuntun dan membantu mereka lebih baik untuk jangka waktu lama."
Orang yang menjalani kebhikkhuan meninggalkan kehidupan keluarga tidak berarti mereka menolak keluarganya. Meski mereka ingin menyingkirkan emosi-emosi pengganggu yaitu kemelekatan terhadap keluarga mereka, mereka masih menghargai kebaikan orangtua mereka dan sangat perhatian pada mereka. Daripada membatasi perhatian pada segelintir manusia, orang yang menjalani kebhikkhuan mengembangkan cinta kasih tak terbatas bagi semua dan memperlakukan semua mahluk sebagai bagian dari keluarga mereka.
Bagaimana perasaan orangtua bila anaknya menjadi bhikkhu atau bhikkhuni?
Sangat bahagia. Itu tandanya mereka, sebagai orang tua, telah menanamkan moralitas dan perhatian pada orang lain bagi anak mereka. Kebalikannya, beberapa orang tua kesal bila anak mereka ingin menjadi bhikkhu atau bhikkhuni. Mereka takut anaknya tidak bahagia atau tidak memiliki jaminan keuangan. Beberapa orangtua marah, "Kami bayar banyak untuk pendidikanmu. Siapa yang akan menjaga kami kelak tua nanti bila kamu divihara? Betapa tidak sayangnya kamu!"
Sedih melihat orangtua bersikap seperti ini. Dari sisi mereka, mereka maksudnya baik: mereka ingin anak mereka bahagia. Tetapi kebahagian materi dan memiliki keluarga, karir dan kepemilikan lain bukanlah satu-satunya jalan menuju kebahagian. Nyatanya, hal itu membawa masalah baru: kita menciptakan perbuatan negatif untuk memperolehnya, kita khawatir tidak cukupan dan apa yang akan terjadi pada apa yang kita punyai. Inilah sebabnya Buddha Sakyamuni meninggalkan keluarganya dan kehidupan mewah di istana untuk mencari kebahagian tanpa akhir (selama-lamanya) dan sejati. Tentu saja, orangtuanya juga kesal! Tetapi orang tua yang benar-benar memperhatikan kebahagiaan anaknya akan senang jika si anak ingin mempraktikkan Dharma secara kuat, oleh karena praktik seperti itu akan menjamin anak itu akan bahagia di waktu kematian dan kehidupan masa akan datangnya. Dengan praktik, anak mereka akan menikmati kebahagian pembebasan dan pencerahan. Orang tua yang bijak akan peduli pada kebahagian anaknya, tidak saja di kehidupan sekarang melainkan di semua kehidupan mendatang.
Adalah bijaksana bagi orangtua sadar akan motivasinya sendiri. Ayahanda Sang Buddha ingin dapat berkata, "Putraku seorang raja. Ia sangat dihormati masyarakat seluruh negeri." Juga, orang tuanya terikat pada putranya dan tak ingin berpisah darinya. Hal itu adalah reaksi alamiah orangtua. Betapa ironisnya! Anak mereka menerima lebih banyak rasa hormat dari orang-orang dan terkenal bertahun-tahun oleh kebajikan praktik spritualnya. Ia tidak akan begitu termasyur dan sangat dihargai bila ia menjadi raja dulu!
Orang tua yang melihat kebenaran ajaran Buddha akan senang anak mereka menjalani kebhikkhuan. Praktik spritual anak itu akan bermanfaat bagi yang lain - termasuk orangtuanya - dalam jangka panjang, bahkan bila hasil yang nyata tidak tampak pada kehidupan ini. Mereka akan bahagia bahwa anaknya cerdas dan melihat kebenaran dalam Dharma; mereka akan bangga bahwa anaknya ingin hidup dalam kemurnian moralitas, dan mereka akan bahagia, saat mereka melihat anaknya kaya akan welas asih dan kebijakan. Orang tua seperti ini tidak merasa kehilangan anaknya. Malah, mereka gembira anaknya hidup dalam cara yang bermanfaat.
Apakah mengambil janji kebhikkhuan merupakan pengorbanan yang menyengsarakan?
Tidak seharusnya demikian. Kita tidak seharusnya merasa, "saya ingin sekali dapat melakukan hal-hal ini, tapi sekarang saya tidak bisa." Membebaskan perbuatan negatif tidak dilihat sebagai beban, tapi sebagai kesenangan. Sikap seperti ini datang dari perenungan sebab dan akibat.
Ketika kita berjanji, apakah itu Pancasilanya umat awam atau janji seorang bhikkhu atau bhikkhuni, kita pertama-tama membangkitkan sikap ini, "Saya tidak ingin melakukan perbuatan ini kapan pun. Dalam hatiku, saya tidak ingin membunuh, mencuri, berbohong dan lainnya." Kadang-kadang kita lemah dalam situasi sebenarnya dan tergoda untuk melakukan hal ini, tetapi mengambil janji pancasila memberikan kita kekuatan dan kebulatan tekad tambahan untuk tidak melakukan apa yang tidak ingin kita lakukan. Contohnya, kita dengan tulus ingin menghindari pembunuhan. Tetapi ketika kecoak ada di apartemen kita, kita mungkin tergoda untuk menggunakan insektisida. Telah mengambil janji untuk tidak membunuh, kita ingat bahwa kita tidak ingin membunuh. Kita lebih berhati-hati akan perbuatan kita dan memiliki kekuatan dan kebulatan tekad yang lebih untuk melawan dan menghindarkan emosi-emosi pengganggu yang dapat menyebabkan kita melakukan perbuatan negatif. Dalam cara ini, Pancasila adalah membebaskan, bukannya membatasi diri kita dari kebiasaan untuk mengikuti emosi-emosi pengganggu dan melakukan perbuatan merusak.
Kadang-kadang kita menjumpai Bhikkhu dan umat awam yang kurang baik dan sulit bergaul walau mereka praktik agama. Mengapa?
Butuh waktu untuk mengubah batin. Menghilangkan kemarahan kita bukanlah proses mudah. Kita dapat mengerti hal itu dari pengalaman kita sendiri, ketika kita terbiasa marah, butuh lebih dari sekedar berkata, "Saya tidak seharusnya melakukan ini" bagi kita untuk berhenti. Ia butuh praktik konsisten dan benar. Kita harus sabar dengan diri sendiri, dan sama halnya, kita harus sabar dengan yang lain. Kita semua berada pada jalan; kita semua melawan musuh dari dalam yaitu emosi-emosi pengganggu dan jejak karma masa lalu. Terkadang kita kuat melawannya, di saat lain kita terbawa oleh perasaan marah, cemburu, kemelekatan, atau kesombongan. Kadang-kadang kita melihat kepicikan kita; saat lain kita buta olehnya. Menghakimi dan menyalahkan diri kita sendiri ketika kita mengalah pada emosi-emosi pengganggu tidaklah baik. Seperti halnya, menyalahkan dan mengkritik orang lain ketika mereka begitu hanya sia-sia. Mengetahui betapa sulitnya transformasi internal diri kita, kita seharusnya juga sabar dengan yang lain.
Praktisi yang tidak sempurna bukan berarti metode yang Sang Buddha ajarkan tidak sempurna. Itu artinya mereka tidak praktik dengan baik atau praktik mereka belum cukup kuat. Teramat sangat penting dalam lingkup agama bahwa orang mencoba bersikap harmonis dan menerima kelemahan masing-masing. Tugas kita tidak menunjuk dan berkata, "Mengapa kamu tidak praktik lebih baik? Mengapa kamu tidak mengontrol emosimu?" Tugas kita adalah berpikir, "Mengapa saya tidak praktik lebih baik sehingga perbuatan mereka tidak membuat saya marah?" dan "Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu mereka?"
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...