Anumodana Penerjemah : Tim Sekber PMVBI (Sdr. Amri, S.E.)
VAJRAYANA
Vajrayana, yang juga disebut Tantrayana, adalah sub-bagian dari Mahayana. Vajrayana didasarkan pada baik itu praktik Theravada maupun Mahayana secara umum. Sebelum memasuki Vajrayana, kita harus benar-benar terlatih dalam pikiran yaitu pembebasan yang muncul dari roda samsara (penolakan terhadap samsara), hati yang didedikasikan untuk mencapai pencerahan demi kebaikan semua mahluk (bodhicitta), dan kemudian kebijaksanaan merealisasi kekosongan dari keberadaan yang berdiri sendiri. Kemudian kita mengambil inisiasi dari guru tantra yang berkualitas dan melindungi sumpah dan komitmen tantra yang diterima waktu inisiasi. Atas dasar ini, kita dapat menerima intruksi dan menjalankan praktik meditasi di dalam vajrayana.
Sebuah teknik yang digunakan dalam vajrayana adalah memvisualisasikan diri kita sebagai "deiti" dan lingkungan kita sebagai mandala atau lingkungan/tempat tinggal deiti. Dengan menvisualisasi cara ini, kita mentransformasikan sosok diri kita yang lemah dan biasa menjadi deiti dan mencoba menumbuhkan kualitas mulia dalam arus batin kita. Vajrayana juga berisi teknik untuk mentransformasi kematian, alam antara (alam bardo), dan kelahiran kembali menjadi tubuh dan batin seorang Buddha. Ada juga teknik meditasi khusus untuk mengembangkan ketenangan batin (samatha) juga membuat manifestasi dari batin yang sangat halus, yang merealisasi kekosongan, menjadi sangat kuat dan secara cepat untuk membersihkan noda-noda. Untuk alasan inilah Vajrayana dapat membawa pencerahan dalam kehidupan sekarang bagi murid yang berkualitas dan terlatih yang mempraktikkannya di bawah bimbingan guru tantra yang berkualitas.
Tantra Buddhis tidak sama dengan Tantra Hindu. Bukan pula ia sebuah praktik ilmu gaib. Beberapa orang telah menulis buku tentang Vajrayana dengan informasi dan interpretasi yang tidak tepat. Karena itu, bila kita berkeinginan mempelajarinya, adalah penting untuk membaca buku oleh pengarang yang berpengetahuan atau mencari petunjuk dari guru yang berkualitas.
Tujuan dari inisiasi adalah mematangkan arus batin kita untuk praktik tantra dengan membuat hubungan antar kita dan deiti, yang merupakan manifestasi batin maha tahu. Inisiasi tidak diterima oleh tubuh kita di dalam ruangan di mana inisiasi berlangsung. Lebih dari itu, kita harus meditasi dan melakukan visualisasi yang dipaparkan oleh seorang guru. Inisiasi bukan diletakkannya sebuah vas di atas kepala kita, ataupun meminum air yang telah diberkahi, atau mengikatkan benang melingkari lengan kita. Inisiasi mematangkan potensi kita sendiri, melalui membuat hubungan dengan manifestasi tertentu dari Sang Buddha. Ini tergantung dari motivasi bajik kita dan pada konsentrasi dan meditasi selama proses inisiasi.
Setelah inisiasi, seorang praktisi yang tulus mencari petunjuk bagaimana melakukan praktik. Petunjuk ini tidak diberikan sebelum inisiasi karena batin umat belum siap untuk mempraktikkannya. Untuk alasan inilah hal itu "rahasia". Bukannya Sang Buddha pelit dan tidak ingin membagi ajarannya, ataupun praktik tantra seperti keanggotaan klub eksklusif yang menjaga rahasianya dengan iri hati. Lebih dari itu, untuk meyakinkan bahwa mereka yang terjun dalam praktik disiapkan dengan tepat. Petunjuk tantra diberikan hanya kepada mereka yang menerima inisiasi. Bila tidak, seorang dapat salah mengerti simbolisme yang ada di tantra atau terjun pada praktik lanjutan dan kompleks tanpa persiapan dan petunjuk yang tepat.
Vajrayana berhubungan dengan banyak transformasi, dan karenanya, simbolisme digunakan secara luas. Ada perwujudan dari beberapa deiti, yang merupakan masifestasi dari Sang Buddha, yang mengungkapkan nafsu keinginan atau kemurkaan. Simbol seksual jangan diartikan secara harfiah, menurut penampilan duniawi. Dalam Vajrayana, deiti dalam penyatuan seksual mewakili penyatuan metode dan kebijaksanaan, dua aspek dari jalan yang perlu dikembangkan guna mencapai pencerahan. Deiti yang murka bukanlah monster yang mengancam kita. Kemurkaan mereka diarahkan pada ketidaktahuan dan keakuan, yang merupakan musuh kita yang nyata. Simbol ini, ketika dipahami dengan tepat, memperlihatkan bagaimana keinginan dan amarah dapat ditransformasi dan diatasi. Itu memiliki pengertian mendalam, jauh melewati nafsu dan amarah biasa. Kita tidak seharusnya salah menginterpretasikannya.
Mantra ditentukan secara suku kata untuk melindungi batin. Apa yang kita lindungi batin kita adalah dari kemelekatan, amarah, ketidaktahuan, dan sebagainya. Ketika dikombinasikan dengan empat kekuatan penawar seperti yang dijelaskan di awal, pelafalan mantra sangat kuat untuk menyucikan jejak karma negatif pada arus batin kita. Ketika kita melafalkan mantra, kita seharusnya juga memikirkan dan memvisualisasikan dalam cara yang bermanfaat sehingga kita membangun kebiasaan konstruktif dari batin.
Dalam praktik Vajrayana, mantra dilafalkan dalam bahasa Sansekerta, ketimbang diterjemahkan ke bahasa lain. Alasan untuk ini adalah ada energi bermanfaat yang khusus atau getaran yang dihasilkan dari bunyi suku kata. Saat melakukan pelafalan, kita dapat berkonsentrasi pada suara mantra, pada artinya, atau pada visualisasi yang menyertainya yang telah diajarkan oleh guru.
"Om mani padme hung" adalah mantra Buddha welas asih, Avalokiteshvara (Kuan Yin, Chenresig). Kita dapat melafalkan mantra ini meski kita belum menerima transmisi lisan dari seorang guru, tetapi lebih efektif bila guru yang pertama melafalkan mantra dan kita mengulanginya setelah ia bacakan.
Arti keseluruhan dari jalan bertahap menuju pencerahan terkandung pada enam suku kata mantra ini. "Om" merujuk pada tubuh, ucapan, dan batin Sang Buddha, yang ingin kita capai melalui praktik kita. "Mani" berarti perhiasan, dan merujuk pada semua aspek metode dari sang jalan: motivasi untuk bebas dari roda samsara, welas asih, kedermawananan, moralitas, kesabaran, daya upaya yang bersemangat, dan seterusnya. "Padme" (dibaca pay may – dalam bahasa Inggris) berarti teratai, dan merujuk pada aspek kebijaksanaan sang jalan. Dengan menyatukan baik itu metode maupun kebijaksanaan dalam praktik gabungan, kita dapat menyucikan arus batin kita dari semua kekotoran dan mengembangkan semua potensi kita. "Hung" (kadang-kadang ditulis "hum") merujuk pada batin semua Buddha.
Pelafalan "Om Mani Padme Hung" sangat efektif untuk menyucikan batin kita dan mengembangkan welas asih. Hal itu dapat dilafalkan dengan keras atau diam dan di waktu kapanpun. Contohnya, kita sedang menunggu di antrian, daripada jadi tidak sabaran dan marah, kita dapat dalam batin melafalkan mantra ini dan memikirkan batin welas asih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar